MORUT- Pemilahan Umum (Pemilu) Tahun 2024 sudah di depan mata, Warga Pedalaman kabupaten Morowali Utara (Morut) masih tetap Menderita, terutama dalam hal akses jalan.
Agenda politik Pemilu tahun 2024 secara serentak. Mulai pemilihan legislatif di semua tingkatan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024. Partai politik mulai pasang jurus seribu janji, bahkan pundi-pundi rupiah pun disiapkan demi tujuan menang dan bisa menjadi pejabat. Berbagai strategi pendekatan, perhatiaan, menyerahkan bantuan demi meraih simpati masyarakat dilakukan dengan berbagai cara.
Pemilu yang jadi sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, dan dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil terkadang di pengaruhi oleh budaya money politik yang sudah menjamur di masyarakat.
Hajatan demokrasi yang dilakukan setiap 5 tahun ini, seakan menjadi ruang berebut kekuasaan, bahkan menghalalkan segala cara demi jabatan. Minimnya edukasi politik kepada pada Caleg, membuat praktek money politik menjamur di masyarakat.
Masyarakat Morowali Utara, khususnya warga pedalaman Suku Wana. Mulai dari wilayah kecamatan Bungku Utara, desa Lemowalia sampai ke Salubiro. Dan di Kecamatan Mamosalato desa Lijo dan desa Menyoe. Adalah warga masyarakat yang suaranya selalu di perebutkan setiap Pemilu, namun akses jalan menembus daerah ini, tak pernah jadi prioritas. Anggaran daerah yang di gelontorkan, tidak dapat memperbaiki akses jalan menjadi lebih baik.
Salah satu warga daerah Pedalaman Salubiro, Jalman Ekyu menceritakan bagaimana upaya mereka menolong warga yang hendak melahirkan dari Salubiro ke desa Lemo, dengan waktu tempuh 11 kilometer, dan kondisi medan jalan yang sulit. Warga yang hendak melahirkan meninggal dunia dalam perjalanan.
“πΌππππ πππππ-hujan ba πππππ πππππ ππππππππππ ππππ Sπππππππ ππππππ Lπππ, πuman πππ ππ πengah πππππ sudah πeπππππππ” tulis Jalman Ekyu. (6 Juli 2023)
Warga ini membagikan kenangan perjuangan mereka tahun 2022, yang kondisi jalannya saat ini tidak banyak berubah.
Mobil Ambulance pun harus ditarik untuk bisa melewati jalan di wilayah pedalaman. Kondisi yang hujan membuat wilayah ini semakin sulit di akses.
PROYEK TIDAK BERES DI PEDALAMAN
Faktor lain yang menjadi penghambat daerah pedalaman Morowali Utara susah maju, seperti desa Lijo adalah pekerjaan Proyek yang diduga tidak beres.
Pembangunan Puskesmas Lijo pernah di anggarkan dari APBN Tahun 2015 dengan nilai kontrak Rp. 1.434.444.000. Saat proyek ini dikerjakan, sebelum pemekaran kabupaten Morowali Utara.
Kemudian tahun 2022 dilakukan pembangunan Puskesmas Potowe Indo Lijo dengan nilai kontrak Rp. 9. 500.000.000 (9, 5 Miliar rupiah). Pembangunan yang menghabiskan APBD Morut ini justru lokasinya jauh dari pemukiman warga sehingga tidak digunakan sampai dengan saat ini.
Sementara untuk proyek jalan. Pernah ada kucuran anggaran besar di tahun 2019, untuk akses jalan di wilayah tersebut.
Daftar paket terkait akses jalan Lemowalia Salubiro Tahun 2019 ;
β’ Peningkatan struktur jalan Lemo-Lemowalia (12.850.000.000)
β’ Pembangunan jalan Lemowalia-Salubiro (1.425.000.000)
β’ Pengawasan peningkatan struktur jalan Lemo-Lemowalia (200.000.000)
β’ Perencanaan jalan Tanakuraya-Salubiro (200.000.000)
β’ Pembangunan jalan Tanakuraya-Salubiro (2.000.000.000)
Total dana habis 16.675.000.000 (Hampir 17 M)
Tahun 2022 Pemerintah Daerah kabupaten Morowali Utara kembali kucurkan dana rekonstruksi jalan Lemo-Lemowalia dari APBD Morut dengan nilai kontrak Rp. 8.103. 450.900. Proyek ini disebut warga pengaspalan jalan sepotong-sepotong.
Kini menjelang pemilu tahun 2024 di Morowali Utara. Warga mulai bersuara lewat sosial media dan berbagai macam cara, menyampaikan kondisi mereka yang tak kunjung ada perubahan.
Entah siapa yang akan menyuarakan kepentingan masyarakat pedalaman, jika mempertebal isi kantong yang menjadi tujuan. Mereka yang diharapkan bersuara di parlemen sebagai wakil rakyat, sebentar lagi bakal datang lagi dengan janji manis yang tidak pernah jadi nyata.*(Foto: Warga Tandu ibu yang akan melahirkan/Sumber: Jalman Ekyu)